Bagaimana hidup tak pernah mengambil, malah meletakkan. bagaimana mati tak pernah hilang, melainkan tumbuh.
Seseorang Telah Menombak Matahari
siang gulita. kudengar seseorang telah menombak matahari. dengan telanjang badan ia melompat dan satu entakan tangan ia melempar tombaknya ke matahari. mata tombaknya yang beracun meluruhkan terang dan membuat matahari mati. siang menjadi padam. malam menjadi kelam. semua orang di kampung memakai hitam-hitam. para tetua berkumpul dan membicarakan sesuatu pelan-pelan. seakan ada marabahaya yang menangkap suara mereka. setiap rumah memasang telinga dan setiap pasang jalan saling meraba. pasar sunyi, kebun lenyap—kampung hitam bagai arang. tidak ada yang berani ke luar rumah, memasak, atau mengambil air di sumur. semua orang menahan lapar. anak-anak menangis dalam keheningan. tak ada yang bergerak. semua menjadi lupa warna pohon itu apa. di kejauhan terdengar deru ombak, sesuatu sedang merangkak dari dasar laut. sementara itu, orang-orang mulai saling memakan tubuh saudaranya sendiri.
Profil Penulis:
Theoresia Rumthe lahir di Ambon, 16 Oktober 1983. Setelah belasan tahun merantau dan tinggal di kota Bandung, kini ia pulang dan menetap di kota Ambon. Ia menulis puisi, mengajar wicara publik, dan membuat gelaran panggung musik bersama Rempah Gunung, Aroma Dendang Sahaja. Buku-buku puisinya antara lain: Tempat Paling Liar di Muka Bumi (GPU, 2016), Cara-Cara Tidak Kreatif Untuk Mencintai (GPU, 2018), Selamat Datang, Bulan (GPU, 2019), dan Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi (GPU, 2021). Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang adalah buku puisi solo keduanya yang ia terbitkan tahun 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar