Menjelang pagi, Bandung berubah menjadi kota yang tak lagi sama. Malam terasa sangat panjang dan lebih mencekam dari kelam. Para bandit, pemadat, tukang judi, bocah geng motor, begundal grafiti, semuanya berkeliaran bak tikus-tikus ketika air got meluap.
Di kota ini, Dipha adalah bocah berandalan yang mampu mengerjakan apa saja. Berjualan bacang di Asia Afrika, pelayan kafe di Braga, buruh angkut kertas di Pajagalan, ataupun buruh kain di Tamin. Apa pun ia lakukan untuk bertahan hidup. Kemampuannya untuk mengerjakan apa saja itu membawanya bertemu dengan seorang gadis misterius bernama Vinda yang ngotot minta dicarikan tempat tinggal dengan segala syarat yang tak masuk akal.
Seperti dipermainkan oleh takdir, satu-satunya tempat yang tersedia adalah kontrakan petak yang terletak tepat di seberang kontrakan Dipha. Mau tidak mau, Vinda akhirnya menempati kontrakan itu.
Vinda yang sangat mencintai Bandung begitu bertolak belakang dengan Dipha yang sudah mengenal betapa bobroknya kota itu ketika menjelang pagi. Asia Afrika, Braga, Dago, Kalipah Apo, Astana Anyar, Banceuy, Jalan ABC, dan seluruh jalan-jalan tikus di Kota Bandung menjadi saksi tumbuhnya perasaan di antara keduanya.
Namun, sayangnya mereka berdua kerap lupa, bahwa sejatinya, oleh-oleh paling khas dari Kota Bandung adalah: patah hati.
*****
Untuk bertahan hidup di Bandung, Dipha bekerja serabutan. Apa pun akan ia kerjakan asalkan bisa mendapat uang untuk menyambung hidupnya sehari saja. Suatu siang, saat membawakan pesanan bacang untuk para petugas puskesmas, ia bertemu dengan seorang gadis misterius yang selalu memakai masker dan sarung tangan.
Selanjutnya, ia dimintai tolong untuk mencarikan sebuah kosan yang murah dan bersih untuk gadis itu. Lama berkeliling Kota Bandung, mereka tak kunjung menemukan kosan yang sesuai. Hingga akhirnya Dipha membawa gadis itu ke kontrakan yang berada berseberangan dengan kontrakan yang juga ditumpanginya. Dimulailah hari-hari Dipha bersama si gadis misterius yang bernama Vinda. Cerita keduanya pun bergulir.
Vinda begitu mencintai Kota Bandung sedangkan Dipha telah melihat kota itu dari segala sisinya, termasuk sisi gelap yang selama ini tidak terlihat melalui lensa kamera para wisatawan. Jalan Asia Afrika, Braga, Dago, jembatan layang Pasupati, menjadi saksi berkembangnya rasa di antara keduanya. Namun, rahasia yang keduanya simpan akan menentukan apakah kisah mereka akan berakhir bahagia, ataukah mereka akan mendapat oleh-oleh terbaik yang diberikan Kota Bandung: patah hati.
Bandung Menjelang Pagi menceritakan tentang sepasang manusia yang bertemu, memadu kasih, dan dipaksa untuk berpisah di Kota Bandung. Isinya sarat dengan kehidupan yang dijalani kelompok masyarakat yang kerap terlewatkan oleh penglihatan mata. Cerita yang penuh harap akan hidup yang Bahagia, tapi terpaksa menerima realitas, bahwa manusia boleh berencana, tapi tetap Tuhan yang menentukan takdir tiap hamba-Nya.
Keunggulan:
· Karya terbaru Brian Khrisna, yang sudah dikenal ciamik merangkai cerita berbumbu comedy romance.
· Di dalam buku ini, Brian Khrisna mengajak pembaca mengikuti kisah romansa sambil menjelajah spot-spot terkenal di Kota Bandung, seperti Jalan Asia Afrika, Jalan ABC, Dago, dan jembatan laying Pasupati.
· Di dalam buku ini juga, Brian Khrisna menuliskan sisi lain Kota Bandung dan penduduknya, yang mungkin selama ini tidak tertangkap kamera wisawatan.
· Brian Khrisna dengan sangat apik memadukan adegan-adegan dan dialog-dialog keseharian yang menggelitik, yang sudah menjadi ciri khas gaya penulisannya.
· Terdapat barcode playlist YouTube dan Spotify yang berisikan lagu-lagu yang disebutkan di dalam cerita.
· Terdapat ilustrasi tempat-tempat ikonik di Bandung di setiap awal bab.
Judul | Rating | Cerita & Ilustrasi | Tebal | Berat | Format | Tanggal Terbit | Dimensi | ISBN | Penerbit |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bandung Menjelang Pagi | 4.9 | Brian Khrisna | 304 halaman | 0.35 kg | - | 2 Juli 2024 | 20 x 14 cm | 9789797948115 | Mediakita |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar